Minggu, 27 Mei 2012

baitul maal wat tamwiil (BMT)







BAB II


PEMBAHASAN


2.1 Pengertian, Dasar Hukum, Sejarah dan Tujuan Berdiri BMT


A. Pengertian BMT


BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wat Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Atau balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.[1]

BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu :[2]

a. Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam menigkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

b. Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan ditribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

B. Dasar Hukum

BMT didirikan dalam bentuk KSM ( Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mesti mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).

Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 maret 1995 yang menetapkan bahwa bila di suatu wilayah di mana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan baik dan organisasinya telah teratur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik, maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT. Apabila di wilayah yang bersangkutan belum ada KUD, maka dapat didirikan KUD BMT.

Penggunaan badan hukum KSM dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT dijadikan sebagai BPRS ( Badan Perkreditan Rakyat Syari’ah) dengan badan hukum Koperasi atau Perseroan terbatas.


C. Sejarah Berdirinya BMT
a. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)

Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi‑bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda‑nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.

b. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal.

c. Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan, 1999).

d. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).

e. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.

f. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).

g. Sejarah Berdirinya BMT di Indonesia[3]


Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasinalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasioanal daerah.

Disamping itu di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi oleh aspek syiar Islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu peran BMT agar mampu lebih aktif dalam memperbaiki kondisi tersebut.

D. Tujuan Berdirinya BMT

Didirikannya BMT bertujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Pengertian tersebut dapat dipahami mengingat BMT berorientasi pada usaha peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan (empowering) supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.

2.2 Berbagai Produk dan Mekanisme Operasional BMT

A. Berbagai Produk BMT


Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya dimodifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk dari usaha memobilisasi simpanan dari anggota dan jamaah itu antara lain berupa:

1. Simpanan Mudharabah Biasa
2. Simpanan Mudharabah Pendidikan
3. Simpanan Mudharabah Haji
4. Simpanan Mudharabah Umrah
5. Simpanan Mudharabah Qurban
6. Simpanan Mudharabah Idul Fitri
7. Simpanan Mudharabah Walimah
8. Simpanan Mudharabah Akikah
9. Simpanan Mudharabah Perumahan
10. Simpanan Mudharabah Kunjungan Wisata
11. Titipan zakat, Infaq, shadaqah (ZIS)
12. Produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan lingkungan dimana BMT itu berada.

Sedangkan jenis usaha pembiayaan BMT lebih diarahkan pada pembiayaan usaha makro, kecil bawah dan bawah. Diantara usaha pembiayaan tersebut adalah:

1. Pembiayaan Mudharabah
2. Pembiayaan Musyarakah
3. Pembiayaan Murabahah
4. Pembiayaan Al Bai; Bithaman Ajil
5. Al-Qardhul Hasan



Usaha-usaha diatas merupakan kegiatan-kegiatan BMT yang berkaitan langsung dengan masalah keuangan. Selain kegiatan-kegiatan keuangan tersebut, BMT juga mengembangkan usaha dibidang sector ril, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para nasabah, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha lainnya yang layak, menguntungkan dalam jangka panjang dan tidak menganggu program jangka pendek.


B. Mekanisme Operasional BMT

1. Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai BMT menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu BMT, visi, misi tujuan dan usaha-usahanya. Sehingga para pemrakarsa dapat bertambah.

2. Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil disekitarnya.

3. Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari bagi hasil ini, pengelola membayar honor semampunya (bertahap dan membesar), sewa kantor, listrik ATK, dan lain-lain.

4. Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana, diusahakan lebih besar sedikit dibandingan dengan bunga pada bank konvensional.

5. Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah diimbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang.

2.3 Mekanisme Operasional Koperasi Syari’ah

Pada prinsipnya, operasional Koperasi Syariah tidak berbeda dengan BMT (Baitul Maal Wattamwil), Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS), dan BPR Syariah, hanya sekalanya saja yang berbeda. Di Koperasi Syariah ini justru dapat lebih luas lagi pengembangannya terutama dalam mempraktekan akad-akad muamalat yang sulit dipraktekan di Perbankan Syariah karena adanya keterbatasan PBI (Peraturan Bank Indonesia).

2.4 Peraturan hukum Terkait BMT

BMT berazaskan Pancasila & Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dgn Bank Syari’ah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah.

Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan Syariah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yg diberikan tidak hanya kpd anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai.

2.5 Perkembangan dan Pertumbuhan BMT di Indonesia


Istilah BMT mengemuka sejak tahun 1992, pada awalnya BMT hanya sekedar menghimpun dan menyalurkan ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) dari para pegawai dan kariyawan suatu instasi untuk dibagikan kepada mustahiqnya, lalu berkambang menjadi sebuah lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak dibidang simpan pinjam dan usaha-usaha pada sector riil. Semangat yang luar biasa untuk berekonomi dan berislam sekaligus itu harus didukung. BMT membuka kerja sama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi islam yakni transparasi, saling rela, percaya, dan tanggungjawab, serta terutama system bagi hasilnya. Sebagai sebuah konsep BMT itu terus berproses dan berupaya mencari terobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muamalt memang berkembang dari waktu ke waktu. Karena prinsip suka rela yang tidak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula terbatas dilingkungannya, kemudian menyebar kedaerah lainnya.


Pertumbuhan BMT di Indonesia semakin menunjukkan tren kemajuan yang significan. Dengan sasaran utama para pelaku usaha mikro dan super mikro yang umumnya berada di pedesaan. BMT menjelma menjadi penggerak ekonomi rakyat kecil yang tangguh.


Sampai saat ini, sudah terdapat sekitar Tiga juta nasabah mikro yang memperoleh dari pembiayaan dari BMT. Aset yang dikelola BMT mencapai angka Rp. 3 Triliun.

Saat ini sudah ada sekitar 4000 BMT yang tersebar diseluruh Indonesia.

Pada awal berdirinya BMT, tahun 2005 asetnya mencapai sekitar Rp. 364 miliar, tahunn 2006 mengalami peningkatan menjadi Rp. 458 miliar, tahun berikutnya menjadi Rp.695 miliar, pada tahun 2008 dan 2009 aset para anggota berkembang mencapai Rp. 1 triliun dan Rp. 1,6 Triliun. Data terakhir, pada tahun 2010 mencapai 50 persen dari seluruh total asset seluruh BMT yang ada di Indonesia.


Terus meningkatnya BMT membuktikan lembaga tersebut mampu menunjukkan diri sebagai lembaga yang andal terkait menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat , bahkan terbilang luar biasa karena mayoritas anggota nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana.


2.6 Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT bagi Perekonomian Umat


Tumbuhnya BMT juga merupakan tuntutan dari masyarakat muslim yang menginginkan bermuammalah secara syariah untuk menjauhi dari bermuammalah secara ribawi.

Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini selalu terkendala permasalahan outstanding pembiayaan yang kecil yang karena itu biaya operasional pembiayaan menjadi tinggi membuat pihak perbankan enggan memberikan pembiayaan. Kendala lainnya persyaratan perbankan, bankable atau yang secara teknis mengharuskan adanya jaminan liquid dll yang tidak dimiliki oleh sector UMK. Adanya keinginan yang kuat untuk mengatasi kendala-kendala diatas itulah yang menginspirasi kehadiran BMT.

Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam hal besaran pembiayaan atau kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa, dari total pembiayaan yang disalurkan kepda UMK.


Namun jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat jumlah yang dilayani oleh BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil, sehingga dapatlah disimpulkan bahwa pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh pengusaha mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia.






2.7 Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangan


A. Prospek BMT[4]


Dari usaha menumbuhkan BMT dari bawah, peran BMT dalam membangun ekonomi rakyat banyak dan ekonomi Indonesia semakin jelas. Secara ringkas tujuan dan dampak positif yang ditimbulkan

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menyalurkan dana untuk usaha bisnis mikro dan kecil dengan sistem bagi hasil dan jual beli serta dengan prosedur yang mudah dan cepat.

b. Membantu modal kerja dan modal investasi skala mikro sebagai upaya peningkatan kualitas hidup rakyat banyak.

c. Tempat berlatih manajemen ekonomi syariah.

d. Menjadi mediotor antara muzakki dan mustahik.

e. Sangat mudah mendirikan karena tanpa modal besar, peralatan dan kantor mewah.

B. Kendala BMT

Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala. Adapun kendala-kendala tersebut diantaranya:

1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.
2. Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding

BMT.
3. Nasabah bermasalah.
4. Persaingan tidak Islami antar BMT.
5. pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominant sehingga mengikis sedikit rasa
idealis.
6. Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul mal dengan baitutamwil.
7. SDM yang kurang memadai.

C. Strategi Pengembangan BMT

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengatasi problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini :

1. Optimalisasi SDM yang ada di BMT
2. Strategi pemasaran yang lebih meluas
3. Inovasi Produk sesuai kebutuhan masyarakat
4. pengembangan asset paradigmatic
5. Fungsi partner BMT harus digalakkan bukan menjadi lawan
6. Evaluasi Bersama BMT.

Menurut Dr. M.Syafii Antonio MSc, permasalahan mendasar BMT di antaranya adalah minimalnya modal, SDM yang tidak memadahi, dan lemahnya sistem operasional.
Menyikapi itu, komunitas intern BMT juga memiliki agenda tersendiri untuk membenahi BMT. Seperti diungkapkan M. Amin Aziz, Direktur Utama Pinbuk, bahwa mereka kini sedang menyiapkan arsitektur BMT Indonesia, suatu perangkat yang diharapkan dapat menjadi panduan pengembangan BMT di masa mendatang. Arsitektur BMT nantinya terdiri dari enam pilar utama, yaitu program perkuatan struktur nasional BMT, program peningkatan kualitas pengaturan BMT, program peningkatan fungsi pengawasan BMT, program peninkgatan kualitas manajemen dan operasional BMT, program pengembangan infrastruktur

BMT, serta program perlindungan nasabah BMT.
o sendiri mempunyai tujuh konsep untuk memajukan BMT, pertama, capital structure (struktur permodalan) yang memadai. Dalam arti, modal BMT harus diupayakan mendekati angkat Rp. 500 juta – Rp. 1 milyar. Kedua, human resources (sumber daya manusia) yang kompeten. Tenaga pelaksana BMT diharapkan minimal lulusan D3, mempunyai semangat mengembangkan dan kalau bisa sudah berpengalaman. Ketiga, minimum IT requirement (perlengkapan IT minimal). Suatu BMT diharapkan mempunyai perangkat komputer dan software pendukung akuntasinya. Keempat, minimum size business
(terdiri dari minimal beberapa bisnis).

Jadi BMT harus mempunyai beberapa produk bisnis yang dapat diandalkan, jangan hanya satu jenis saja. Kelima, networking (jaringan). Jaringan BMT harus menjangkau pasar, masjid, juga tokoh ulama dan masyarakat. Keenam, coaching (pembinaan). Pembinaan terhadap nasabah harus rutin dilakukan. Ketujuh, risk management (manajemen resiko). Meskipun sederhana,BMT harus menerapkan manajemen resiko, yang terdiri beberapa unsur, seperti, manajemen strategi, operasional, kredit, pasar, likuiditas, legal, dan manajemen reputasi.(sharing)


BAB III


HASIL OBSERVASI BMT MIRLA (MAJELIS ILMU RAHMATAN LIL ‘ALAMIIN)

Narasumber : Muhammad Nugraha SH.i
Jabatan : President Director dan General Manager
Lembaga : BMT MIRLA (Majelis Ilmu Rahmatan Lil ‘Alamiin)
Alamat : Cibubur-Jakarta Timur


3.1 Sejarah Berdirinya BMT MIRLA

BMT MIRLA merupakan lembaga keuangan berprinsip syariah dengan pola bagi hasil yang didirikan atas dasar pemikiran tentang Kemandirian ummat. Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi pada kesejahteraan dunia dan akhirat terutama bagi masyarakat kecil, BMT MIRLA merupakan sebuah unit usaha jasa keuangan syariah yang dilakukan oleh Majlis Ilmu Rahmatan Lil Alamin (MIRLA GRUP).


Mengingat pentingnya peran organisasi islam dalam membina dan mengawasi serta mendidik masyarakat maka hendaknya organisasi lebih fokus pada pengembangan-pengembangan kemasyarakatan. Namun demikian hal itu akan sulit terwujud jika ummat masih terkendala oleh masalah-masalah permodalan finansial, infrastruktur dll. Atas dasar itu semua hendaknya kelangsungan hidup ummat tidak lagi bergantung pada pemerintah atau para donatur yang tidak ada jaminan kepastian. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya gebrakan yang bisa menopang keberlangsungan sebuah organisasi islam sehingga ummat bisa mandiri.


Sejalan dengan prinsip Kemandirian ummat maka Majlis Ilmu Rahmatan Lil Alamin berencana membentuk unut-unit usaha, salah satu diantaranya adalah BMT MIRLA. Landasan dibentuknya BMT MIRLA selain sebagai sarana peningkatan ekonomi masyarakat bawah yang sejalan dengan nilai-nilai pengabdian organisasi islam kepada masyarakat juga karena lembaga keuangan yang ada saat ini hanya mampu bersentuhan dengan kelompok usaha menengah ke atas, sementara kelompok usaha kecil yang mempunyai keinginan untuk tumbuh dan berkembang membutuhkan suport dalam pembinaan dan permodalan hanya terlayani oleh rentenir yang notabene suku bunganya sangat besar dan sangat kapitalistik, padahal di lain sisi prospek dan peluang mereka cukup menjanjikan.


Pada prinsipnya usaha BMT MIRLA dibagi menjadi dua yakni Baitul Maal (usaha sosial) dan Baitul Tamwil (bisnis). Usaha sosial ini bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, Infaq dan Sedekah serta menyalurkan sesuai ketentuan syar'i sehingga dituntut amanah, skala prioritasnya untuk pengentasan kemiskinan melalui program ekonomi produktif dan bea siswa. Sedangkan usaha bisnisnya bergerak dalam pemberdayaan masyarakat ekonomi kelas bawah dengan intensifikasi penarikan dan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada pengusaha kecil dengan system bagi hasil.


Dalam menjalankan aktifitasnya, ditahun 2011 banyak sekali kendala dan problematika yang timbul dan berasal dari lemahnya manajemen di lembaga BMT ,oleh sebab itu ditahun 2012 BMT Mirla berkomitmen dalam menjalankan aktifitasnya berdasarkan mutu dan kualitas terstandar, adapun stándar manajemen yang akan digunakan Lembaga Keuangan Syariah (BMT MIRLA) di tahun 2012 berstandar manajemen internasional, dengan acuan implementasi ISO 9001:2008 untuk kepuasan pelanggan dan dan manajemen internasional lainnya untuk kepuasan stakeholders, sebagaimana didalamnya dijelaskan tentang konsep , mekanisme dan strategi, diantaranya adalah definisi,Visi misi, akutansi dan pembukuan, deskripsi umum, perhitungan produk BMT, Arsitektur System Server Akutansi, strategi rekrutmen karyawan (Recruitment Strategic Plan), strategi pengembangan pasar (Strategic Market Plan ), rencana strategi financial (Financial Strategic Plan), acuan alat ukur kesehatan perusahaan dalam hal Financial Perspective, Internal Business Proses Perspective, Costumer Perspective, Dan Learn And Growth Perspective (Balanced Scorecard Approach).


3.2 Spirit BMT MIRLA


z`ƒÏ%©!$#ur (#r߉yg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏ‰öks]s9 $uZn=ç7ß™ 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ


“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. “ (Q.S Al-ankabut : 69 )


3.3 Visi dan Misi BMT MIRLA


a. Visi


Menjadi lembaga keuangan syari'ah yang amanah, profesional, percontohan dan unggul di Indonesia

b. Misi


1. Menjadi lembaga alternatif pilihan masyarakat dalam peningkatan kualitas kehidupan umat.

2. Memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

3. Membangun semangat produktifitas dan kreatifitas dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Mengembangkan SDM islami yang berjiwa entrepreneur. "Dalam menjalankan aktifitasnya, ditahun 2012 BMT Mirla melakukan terobosan baru,dengan berkomitmen dalam menjalankan aktifitasnya berdasarkan Manajemen Mutu Dan Kualitas Terstandar, adapun stándar manajemen yang akan digunakan Lembaga Keuangan Syariah (BMT MIRLA) di tahun 2012 berstandar manajemen internasional, dengan acuan implementasi ISO 9001:2008 untuk kepuasan pelanggan dan kepuasan stakeholders",


3.4 Penghimpunan Dana (Funding) BMT MIRLA


a. Prinsip Titipan (Wadiah)


Tabungan Wadiah BMT MIRLA: Merupakan simpanan dari mitra yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Tabungan ini menggunakan prinsip wadiah /titipan. Dalam tabungan ini BMT MIRLA tidak wajib memberikan hasil kepada penabung, tetapi BMT MIRLA akan memberikan bonus setiap bulan sesuai dengan kebijakan BMT KAS.


b. Prinsip Bagi Hasil

Tabungan berjangka BMT MIRLA: Merupakan tabungan / investasi dengan menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah yang penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang dikehendaki. Pilihan jangka waktu yang dapat dipilih adalah: 3 Bulan dengan nisbah 15% (mitra): 85% (BMT), 6 Bulan dengan Nisbah 25% mitra: 75% (BMT), 9 Bulan dengan nisbah 30%(mitra): 70% (BMT) dan 12 bulan dengan nisbah 35% (mitra): 65% (BMT).



c. Simpanan Pendidikan

Yaitu bentuk simpanan yang alokasi dananya diperuntukan untuk dana pendidikan bagi putra-putri mitra. Penarikan dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, pertama pada saat ajaran baru, kedua pada saat semester. Simpanan dengan prinsip mudharabah mutlaqah ini akan mendapat bagi hasil setiap bulan dengan nisbah 20% (mitra): 80% BMT).

d. Simpanan Idul Fitri

Yaitu simpanan yang direncanakan untuk keperluan idul fitri. Penarikan dilakukan satu kali menjelang idul fitri. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

e. Simpanan Qurban

Yaitu simpanan yang diperuntukan untuk keperluan pembelian hewan qurban. Penarikan dilakukan satu kali menjelang ibadah qurban. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

f. Simpanan Walimah

Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang merencanakan pernikahan. Penarikan dilakukan satu kali, satu bulan menjelang pernikahan. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

g. Simpanan Haji

Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang merencanakan untuk menunaikan haji. Penarikan dilakukan satu kali. Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20%


(mitra): 80% (BMT).


3.5 Penyaluran Dana (Lending) BMT MIRLA

a. Pembiayaan Mudharabah

Yaitu akad kerjasama antara BMT selaku pemilik modal (Shahibul Maal) dengan mitra selaku pengelola usaha (mudharib) untuk mengelola usaha yang produktif dan halal. Dan hasil keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua belah pihak.

b. Pembiayaan Musyarakah

Yaitu akad kerjasama usaha produktif dan halal antara BMT dengan mitra dimana sumber modalnya dari kedua belah pihak.Keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua belah pihak. Sedangkan kerugian ditanggung kedua belah Pihak sesuai dengan porsi modal masing-masing.

c. Piutang Murabahah

Yaitu akad jual beli barang antara mitra dengan BMT MIRLA dengan menyatakan harga perolehan/harga beli/ harga pokok ditambah keuntungan/margin yang disepakati kedua belah pihak. BMT membelikan barang-barang yang dibutuhkan mitra atau BMT memberi kuasa kepada mitra untuk membeli barang-barang kebutuhan mitra atas nama BMT. Lalu barang tersebut dijual kepada mitra dengan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama dan diangsur selama jangka waktu tertentu.

d. Piutang Ijarah

Yaitu akad sewa menyewa barang atau jasa antara BMT MIRLA dan MITRA Kerja. BMT MIRLA menyewakan jasa atau barang kepada mitra dengan harga sewa yang telah disepakati dan diangsur selama jangka waktu tertentu.


3.6 SDM (Sumber Daya manusia ) BMT Mirla


Hampir seluruh SDM di BMT ini adalah lulusan SMA/ MA sederajat. Berdasarkan hasil wawancara, BMT ini tidak terlalu mementingkan lulusan SDM. Karena yang dibutuhkan oleh lembaga syariah ini adalah semangat bekerja (bersungguh-sungguh ) dan keinginan berinteraksi atau bermuammalah dengan orang-orang yang bergerak di bidang usaha mikro seperti : pedagang sayur, pedagang gorengan, dan lain-lain.


3.7 Strategi yang digunakan BMT dalam meningkatkan pendapatan.

BMT sama seperti Bank Syari’ah yaitu sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan dana (surplus) kepada nasabah yang memiliki kekurangan dana (defisit).


BMT bekerjasama dengan para investor dalam rangka memenuhi strategi untuk meningkatkan pendapatan. Modal yang diberikan oleh para investor ini akan disalurkan kepada orang-orang yang bekerja di usaha-usaha kecil (yang akan menjadi Mudharib).

3.8 Mengatasi Kredit Macet

Dalam mengatasi kredit macet nasabah, BMT berprinsip syari’ah yaitu prinsip yang berlandaskan Firman Allah SWT “ Fanazhirotun ilaa maysaroh” . BMT akan membantu mudharib untuk mengelola uangnya, memakai metode menabung , memberikan kelonggaran sampai nasabah (Mudharib) mampu atau mendapatkan kemudahan.

BAB IV

PENUTUP

Semuanya memang harus peduli, semuanya harus ikhlas, Modal tenaga keahlian kita rajut sebagai mozaik utuh sembari diiringi do’a kepada-Nya. Insya Allah kita gugah kebersamaan kita sebagai anak bangsa, yang selama ini sering alpa dan barangkali hanya menlangkah sendiri-sendiri. Mari kita padukan sebagai sebuah kekuatan yang menggelegak yang getarannya harus terasa disetiap lapisan nafas umat.

Getar-getar ukhuwah memang harus terus menerus kita tebarkan. Silaturrahmi antara tangan di atas dan kaum dhuafa mesti terus pula direnda dengan kasih sayang. Tentu, pijakan yang paling abadi adalah akhlakul karimah. Ikatan kasih sayang dan mengorganisasikannya dengan rapi menjadi amalan kesuksekan bersama. Usaha yang sehat, beradab akan menjadi pengawal keselamatan baik yang kaya maupun yang miskin dari jurang kehancuran di dunia dan akhirat. Jembatan kemiskinan dengan kekayaan adalah diri kita. Mari kita jadikan kecemburuan sosial dan ketamakan hilang dan tenggelam di negeri ini.

Mudah-mudahan BMT menjadi solusi bagi perekonomian rakyat terutama rakyat-rakyat kecil. Agar kesejahteraan di negara kita ini dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. Jakarta: PKES Publishing, 2008
Djazuli dan Janwari, Yadi. lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2002
KOSINDO. Panduan Praktis Koperasi Syariah Indonesia

Soemitra, Andri. Bang dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Kencana, 2010

Sudarsono, Heri. bank dan lembaga keuangan syariah, cet.II. Yogyakarta: Ekonisia, 2004,

http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/bmt_pkes_secure.pdf

http://www.rahasiasunnah.com/183/dasar-hukum-dan-peraturan-hukum-bmt.htm

http://ekisopini.blogspot.com/2009/09/apa-itu-bmt.html

http://koprasidanbmt.blogspot.com/






[1] Djazuli dan Janwari, Yadi. lembaga-lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan, Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2002


[2] Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Kencana, 2010. hal 451






[3] http://koprasidanbmt.blogspot.com/


[4] http://ekisopini.blogspot.com/2009/09/apa-itu-bmt.html

Tidak ada komentar: